-->
Menu
/

Menulis novel terdiri dari novel anak, novel remaja dan novel dewasa. Umumnya novel dewasa akan bercerita mengenai kehidupan berkeluarga, profesi seseorang, atau mengulas masa lalu yang telah lama berlalu dan masih banyak lagi kisah yang ingin dibagi. Tentu jangkauan yang penulis tuju adalah pembaca dengan kisaran usia yang telah dibidik terlebih dahulu. Seperti novel The Photographer yang membidik cerita dibalik kamera. Kisah pertahanan mimpi dan cita-cita yang butuh pengorbanan dan perjuangan. 


Yuk, kita simak resensi novel the photographer. 

Memiliki keluarga bahagia adalah impian semua orang. Suami, istri, anak adalah bagian yang saling melengkapi dalam kehidupan. Membangun cita-cita bersama hingga satu sama lain bisa saling membantu dan menyemangati. Sehingga visi misi yang telah ditetapkan bersama untuk menjadi keluarga bahagia dunia akhirat pun bisa tercapai dengan tim solid semua anggota keluarga. 

Namun, tidak semua keluarga bisa searah serta satu suara dalam pilihan. Sehingga lahir perbedaan yang membuat jurang perdebatan. Tak jarang menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Masalah yang tidak pernah terselesaikan akan menjadi boomerang yang menakutkan. Jika tidak jalan untuk introspeksi memperbaiki hubungan maka jurang perpisahan semakin lebar. Seperti novel “The Photographer” karya Endang SSN yang menyajikan novel profesi dengan mengemas konflik keluarga, persahabatan dan semangat menggapai impian. 

Berawal dari keinginan Rasta, anak sulung Pak Hernowo yang sangat menggilai dunia fotografi. Cita-citanya ingin menjadi seorang fotographer kandas ketika sang ayah tidak menyetujui pilihannya. Perdebatan alot selalu terjadi, tidak ada alasan yang jelas tentang satu hal yang membuat Rasta mampu  memahami keinginan ayahnya.  Rasta sadar sebagai anak berbakti adalah kewajiban. Berlaku baik, mengalah serta menuruti apa yang menjadi keinginan orangtua adalah cara membuat mereka bahagia. Tetapi, sikap penurut Rasta menjadi sesuatu yang tidak disukai Raja adiknya. Raja cemburu sekali, karena kakaknya lebih diperhatikan oleh Pak Hernowo. Sedangkan Rasta tidak merasa seperti itu, membatin selalu dengan cita-citanya yang hampir raib. 

Permasalahan internal keluarga tersebut membuat rumah menjadi tidak menyenangkan. Sekalipun rumah mereka berada di perumahan Bogor yang teduh dan tenang. Rasta masih setia mencintai hobinya dalam diam. Walau selalu ada bayang-bayang Pak Hernowo yang membuatnya ingin menggantungkan kameranya dan meninggalkan impiannya itu. Tetapi Rasta sangat beruntung mempunyai Ian sahabat setia yang selalu menyemangati dunianya, yaitu fotografi.

Fotografi bukan hal yang sulit untuk ditaklukan, selama kecintaan terhadap fotografi belum luntur. Sesuatu yang dilakukan karena cinta, dengan cinta, dan untuk cinta tak akan pernah sia-sia. Tetes keringat yang mengalir adalah bumbu termanis yang menemani setiap bentuk pencapaian mimpi. (halaman 39).

Begitu banyak jatuh bangun Rasta dalam menggapai impian yang begitu sulit. Pak Hernowo yang sudah memberi harga mati untuk dunia fotografi dan Raja yang semakin  menghakimi dalam kata dan sikap. Rasta memilih membuka lembaran baru di Surabaya sebagai mahasiswa. Meninggalkan keluarganya dan sahabat terbaiknya. Tak di Sangka di kota Surabaya ini, Rasta justru  semakin lihai dalam membidik berkat tangan dingin Angga yang jago fotografi .  Namun Angga kadung menggantungkan kamera karena sebuah janji pada diri. 

Hidup tak selamana monokrom. Sesekali ia harus colorfull. Namun cerita kadang menempatkan manusia pada pilihan yang harus dipilih. Ini bukan hitam putih, tapi hitam atau putih.  (halaman 168). 

Meninggalkan Surabaya dengan gelar sarjana, dan kembali ke kota Bogor untuk keluarga tercinta. Suasana yang sama, rumah dan aroma cemburu yang tak pernah layu. Percikan kembali lagi menyala. Hingga Rasta berlari ke kota impiannya di Jakarta dengan luka hati tak direstui oleh Pak Hernowo. Rasta mengajak Ian menaklukkan mimpi bersama. Jatuh bangun hidup di ibukota. Hingga satu persatu mimpi itu terwujud jadi nyata. Namun seketika menjatuhkan Rasta hingga tak berdaya. Kehancuran impiannya di depan mata yang menyeret sebuah nama dalam dendam lama atau orang baru yang tidak suka. 

Dunia fotografi bukan saja seni melihat cahaya dan menangkap bahasa alam, tapi juga memberi ruang untuk mengeja setiap keadaan dengan cara yang lebih arif. Belajar mengerti dengan lebih luas lagi. Memandang dari segala sudut, bukan dari satu sisi. Itu rahasia fotografi. (halaman 257).

Buat para pecinta fotografi, novel profesi berjudul ‘The photographer” bisa jadi referensi bacaan yang menarik. Banyak teknik memotret dan beberapa istilah dalam dunia fotografi yang penulis sajikan. Membidik objek bukan hanya dari lensa kamera saja tetapi teramu lewat kata-kata. 

Detail buku :
Judul : The Photograper 
Penulis : Endang SSN
Penerbit         : de Teens-Diva Press
Tahun terbit : 2015
Jumlah Halaman : 260  Halaman
ISBN : 978-602-296-085-0

Resensi Novel

Resensi novel ini telah tayang di Bekasi Media. 


Sudah baca Novel hari ini? yuk di buat resensinya. 

Salam menulis

Diberdayakan oleh Blogger.