-->
Menu
/
“Dengar Mama ya, di dalam gerbong kereta harus duduk. Jangan lari-lari” Ucap saya kepada Kak Fatih. Anak pertama saya yang berusia 3,5 tahun.

Saya  dan Kak Fatih sering bepergian berdua. Misal ketika ada gathering penulis di Jakarta. Saya yang berangkat dari Stasiun Bogor dan melewati belasan stasiun, harus mewanti-wanti anak saya yang aktif ini untuk tetap duduk di tempatnya.  Apalagi ketika transit saya pun memintanya untuk dekat dengan saya, tangan tidak boleh lepas dan jangan jauh-jauh. Semua itu adalah instruksi dari saya kepadanya. Perjalanan panjang di kereta ini pun kami lewati bahagia. Saya membaca buku dan si kakak melihat pemandangan dari jendela kereta.

Fatih kecil ikut mamanya ketika mengisi pelatihan menulis



Adiknya yang masih satu tahun sedang tertidur lelap ketika saya pergi dan dijaga ayahnya. Saya dan  suami sering berbagi tugas jika memang ada hal mendesak untuk pergi. Namun biasanya saya lah yang bersama anak-anak setiap harinya. Jadi paham betul apa yang disuka dan tidaknya oleh anak-anak.

Anak-anak selalu ikut kegiatan mamanya. Bedah buku di IBF


Sejak remaja saya adalah gadis yang aktif, kerja, kuliah dan minggu berorganisasi. Bahkan setelah menikah pun, ketika aya hamil tetap bekerja dan kuliah, dan berorganisasi. Maka dari itu anak saya aktif-aktif sekali. Mereka seperti cerminan saya.

adik fay dan Kak Fatih bermain bersama


Suatu ketika di rumah, saya sedang mengepel lantai, adiknya fatih si fay buang air besar. Saya pun segera membersihkan celananya dan kembali lagi keruangan, tiba-tiba saja laptop sudah dipencet-pencet, tuts keybord sudah dipreteli oleh kak fatih, lap pel menempel diprinter, kabel mouse sudah digunting-gunting. Saya pun mengabaikannya untuk tidak memarahinya. Saya mengganti popok kain adiknya terlebih dahulu. Kemudian saya mengatur napas dan mengelola emosi saya dahulu. Biasanya anak saya sudah paham raut wajah mamanya, walaupun saya tidak berteriak jadi mama monster tetapi gaya marah saya yang diam pun dijadikan cermin oleh anak-anak saya.

Padahal saya sudah berusaha menjadi mama yang baik untuk anak-anak saya. Tetap saja sikap saya yang tidak baik mereka rekam juga.

Saya tentu bukan seorang mama yang sempurna,namun ketika ombak marah itu datang saya berusaha meredam sebisa mungkin. Mengingat kembali duka bahwa saya pernah keguguran anak pertama saya, bahwa saya bertarung dengan maut ketika ingin melahirkan Kak Fatih, dan walau dek Fay melahirkanya mudah tetapi saya pernah mau kehilangan dedek Fay ketika usia kandungan 4 bulan perut saya di sundul tanpa sengaja oleh Kak Fatih. Semua itu meredam marah saya, semua ingatan itu mejadikan saya kembali mengumpulkan kaca-kaca retak luka hati saya. Namun tegas tetap saya berlakukan untuk anak-anak saya. Dari no gadget tanpa pantauan saya, no tv tanpa ada saya disamping mereka. Belajar,bermain, dan disiplin waktu juga saya terapkan untuk mereka. Serta ketik anak sudah dalam keadaan nyaman saya akan berbicara bahwa tindakan mereka seperti menggunting kabel, merusak laptop itu perbuatan yang tidak baik. Anak saya ketika sudah memahami akan langsung keluar kata maaf dari bibirnya yang mungil dengan sendirinya bukan perintah. Mereka memang butuh terus arahan, sebagai orangtua semoga saya bisa terus menjadi cermin yang baik bagi mereka.

“Kak Fatih kenapa diam?”
“Bosen sama Mama!”
“Lho,kok bosen kenapa?”
“Tadi Mama habis ganti popok diam saja dan gak ada suaranya.”

Dalam hati saya pun rasanya ada gempa. Anak saya aktif, cerdas dan berani mengungkapkan pendapatnya. Mungkin karena saya selalu mengajaknya berinteraktif dan setiap mau tidur atau jam-jam tertentu saya mengajaknya bercerita.

Pernah suatu hari ketika saya banyak deadline tulisan, anak saya Kak Fatih ikut mengetik dilaptop dan isinya hanya simbol dan huruf saja namun jumlah halamannya yang bikin saya wow. Ya tiga puluh halaman lebih dia mengetik dalam waktu satu jam ketika laptop saya biarkan menyala dan saya memasak di dapur. Hihihi serunya.
 
bikin rumah-rumahan sendiri ruang tamu
Sebisa mungkin saya meredam marah, karena apapun yang saya pantulkan anak-anak langsung menggaungkannya dengan sempurna. Saya lebih memilih memantulkan yang baik-baik seperti hobi si Kak Fatih yang suka mengetik dan adik fay juga suka sekali mengetik. Apalagi jika sambil duduk dan memegang robot-robotannya, kami akan bercerita berjam-jam mengenai kisah robot, dinosaurus dan Boboiboy. Yang saya selalu takjub bahagia adalah anak saya dapat menceritakan apa yang dia pikirkan, imajiatif.

“Suatu hari ada robot kuning tersesat dihutan. Eh, ketemu dinosaurus dan akhirnya bertanya dimana rumah Boboiboy. Dinosaurus megantarkan robot kuning ke rumah Boboiboy dan berangkat mengaji bersama.” Cerita Kak Fatih.


Menjadi ibu adalah proses panjang untuk terus belajar. Menjadi cermin yang baik bagi anak adalah usaha keras untuk melahirkan generasi yang baik. Walaupun tidak mudah bukan berarti harus menyerah. Karena ibu adalah cinta sepanjang masa, dan dari ibulah cinta itu mengalir. 

8 komentar:

  1. Iya betul mba.. menjadi ibu yang baik itu merupakan proses panjang dan harus terus belajar. Semoga kita bisa terus berproses menjadi ibu yg baik . Amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung. Dan saya juga selalu belajar menjadi ibu. :)

      Hapus
  2. Keren, Mak. Kak Fatih dan Adik Fay pasti menggemaskan sekali yaaaa. Mereka akan menjadi anak yang baik karena mencontoh ibunya yang baik.

    Alhamdulillah, pagi-pagi dapet inspirasi.
    Saya baru punya anak satu aja kerasa, Mak. UMur sembilan bulan sedang aktif-aktifnya... sebisa mungkin memang harus sabar, kadang melihat tingkahnya yang menggemaskan membuat kebahagiaan tersendiri.

    Makasih Mak sudah menginspirasi..

    http://kataella.blogspot.com

    Blog sederhanaku, Mak. Mohon bimbingannya ya.hehe

    BalasHapus
  3. Makasi mba Ella sudah mampir.Siap silaturahim ke mba Ella.

    BalasHapus
  4. menjadi ibu sangat menyenangkan,karakter anak adalah kerja keras sang ibu ya kan mbak, karena hampir setiap waktu anak bersama sang ibu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba ai. memang kerja keras yang panjang dan indah. Makasi ya sudah mampir.

      Hapus
  5. Ibu memang ga ada yg sempurna. Apapun yg dilakukannya tak pernah benar2 bisa pas diterima. Yg ada hanya ibu yg berusaha jadi yg terbaik

    BalasHapus
  6. benar mba maya setuju sekali. Terima kasih sudah berkunjung ya.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.